"Setiap Hari mereka menjajakan keindahan yang mereka miliki, padahal sesungguhnya keindahan mereka hanyalah secuil dari keindahan yang dimiliki oleh Pemilik dari segala keindahan yang kalian tawarkan kepadaku."
"Bagaiamana diriku dapat membeli keindahan yang mereka obral dengan murah, sedangkan keindahan yang dijanjikan-Nya kepadaku begitu mahal dan tiada tara keelokannya? bahkan dapat membuat bibir tak berkutik dan membisu seribu bahasa menyaksikan pesona keindahan dan kecantikanya."
"Bagaiamana diriku dapat mencintai di kala yang aku cintai hanyalah menyimpan sebutir cinta di padang pasir cinta milik Tuhanku, yang dari-Nya aku selalu memperoleh cinta dan kasih sayang yang tiada putus-putusnya? ehm....."
Demikian ungkapan yang dilontarkan oleh sang Mata kepada dirinya dengan harapan Tuhannya dapat mendengar gumamannya tersebut. Akan tetapi belum sempat memperoleh jawaban dari Tuhan-Nya, perkataannya tadi seraya ditanggapi oleh sang Mulut,
"Benarkah apa yang kau katakan tadi wahai Mata? Pernahkah kau melihat dan menyaksikannya, sehingga kau berani berkata seperti itu?"
"Walau aku belum pernah menyaksikannya (keindahan itu), akan tetapi aku yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa janji Tuhanku tak akan pernah diinkari-Nya dan pasti benar adanya. Tidakkah kau membaca kitab suci-Nya? dan apakah kau tiada melihat segala yang tercipta di muka bumi ini hanyalah bersifat sementara dan semu adanya?"
Jawabnya santai yang diiringi dengan nada dan gaya yang meyakinkan. Meski demikian Mulut belum dapat merasa yakin dengan perkataan Mata tadi yang dianggapnya hanyalah harapan semu dan seolah-olah hanya ada di dalam cerita dongeng.
Eits.....tunggu kisah selanjutnya. Aku buru-buru soalnya jadi belum sempat lanjutkan tunggu ya....!
Selasa, 17 Februari 2009
Mata Mengadu, Mulut pun Berdoa 1
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar