Sabtu, 27 Juni 2009

Aku Bukan Makhluk Sempurna

Memang menatap hidup dan kehidupan dunia terkadang membuat hati menjadi angkuh, sombong, berbangga diri dengan apa yang telah diraih, atas apa yang telah dilakukan. Namun dibalik semua itu sesungguhnya terdapat penyesalan dan duka yang terdalam. Setiap yang kita peroleh hanyalah bersifat semu dan hanyalah sementara, tiada yang kekal selain kekekalan itu sendiri dan Pemilik kekelan itu sendiri.

Hampir segala keistimewaan diberikan kepada kita yang sering disebut sebagai manusia. Sesosok makhluk yang terlahir dan tercipta oleh Maha Kebesaran-Nya dan Maha keAgungan-Nya, yang senantiasa memberi tanpa mengharap balasan yang setimpal dari apa yang telah diberikan-Nya kepada kita, walau kita terkadang tak sadar dan lupa diri serta hanyut dalam patamorgana dunia. Sehingga tidak jarang berlaku dan bersikap sombong akan keberadaan kita yang akhirnya sangat sedikit mengucap kata dan kalimat pujian kepada-Nya. Sepenggal kata yang terkadang dianggap sepele namun sangat bermakna dan sangat berarti bagi-Nya, walau itu tidaklah pantas dijadikan sebagai dalil bahwa pemberian-Nya kepada kita telah terbalas. Karena ketika kita ingin menghitung setiap nikmat yang telah diberikannya kepada makhluknya yang ada di muka bumi ini terlebih kepada manusia, maka kita tidak dapat dan tidak akan pernah mampu untuk menghitungnya dan juga tidak akan pernah mampu untuk membalasnya, walau secuil.

Wajarlah sekiranya Rasulullah ketika ditanya oleh Istri tercintanya Aisya r.a, saat terbangun di malam hari yang sunyi senyap di tengah malam gelap gulita, kemudian tidak menjumpai Rasulullah saw di sampingnya, ternyata beliau sedang asik berkomunikasi dengan Tuhannya, Allah Azza wa Jalla. Lalu kemudian Aisya bertanya kepada beliau bahwa mengapa beliau memaksakan diri untuk beribadah kepada Allah hingga betis dan kakinya bengkak, padahal bukankah dirinya telah dijamin masuk surga? lalu Rasulullah menjawab, bahwa salahkah ketika dirinya beribadah kepada Rabnya sebagai wujud rasa Syukurnya atas nikmat yang telah diberikan Allah SWT. kepada diri Rasulullah.

Sikap dan perilaku Rasulullah tersebut memang merupakan tauladan yang sangat mulia yang sepatutnya kita contoh dan panuti. Karena pada dasarnya manusia bersyukur atau tidak, menyembah dan beribadah kepada Allah atau tidak, bagi Allah SWT itu sama saja, karena tidak akan menurunkan derajat-Nya sebagai Tuhan alam semesta dan tidak akan mengurangi Kebesaran dan Kekuasaan-Nya. Jadi, yang membutuhkan kesyukuran itu adalah manusia itu sendiri, bukan Allah. Sekiranya kita selalu bersyukur kepada-Nya maka tentulah Allah akan senantiasa menambahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada kita.

Bukankah Allah telah menjanjikan kepada hambanya yang senantiasa bersyukur dan bersabar akan memperoleh Jannah-Nya? Untuk mencapai kesempurnaan hidup ini kita hendaknya mampu untuk mensyukuri segala nikmat yang telah kita peroleh darinya, dan juga bersabar dengan segala ujian dan cobaan yang dibebankan kepada kita sebagai hamba yang taat kepada Rabbnya.

Bukanlah hal yang sukar bagi kita kala mau berusaha untuk menjadi manusia sempurna. Yakni manusia yang memiliki akhlaq mulia, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw, semasa hidup beliau.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kabar Pengunjung

Betapa hidup ini menjadi damai ketika setiap insan menanamkan kecintaan kepada Sang Pemilik Cinta Sejati dan kepada Sesamanya

  © Blogger templates Blogger Edit by peCinta Kedamaian

Back to TOP