Jumat, 08 Mei 2009

Mata Mengadu,.. Mulut pun Berdoa 2

Pagi ini, kusaksikan betapa Tuhanku telah menyempurnakan nikmatnya bagiku, di sekitarku telah kutatap dan kupandangi, yang ada adalah keindahan dan nuansa pagi yang begitu menakjubkan bagiku, ini merupakan sarapan pagi yang amat memuaskan bagiku.

Menatap mentari pagi yang indah dan cerah, menyibak kemilau embun pagi yang melekat di dedaunan, menetes dengan segenap kejernihannya. Seolah dedaunan hijau tersebut berbisik lembut bahwa dirinya telah merasakan segarnya nuansa pagi ini. Sesekali semilir angin pagi mengulas-ulas mata ini, hingga kesejukan bercampur kehangatan mentari yang menyingsing dari upuk timur begitu terasa.

"Subhanallah, Ya...Rahman wa Ya...Rahim... Puji syukurku Aku persembahkan kepadaMu yang telah memberiku nikmat yang sangat berarti pagi ini. Mungkinkah Aku dapat membalas nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku?"


Memang sungguh sebuah kebahagiaan tersendiri bagi si Mata untuk pagi ini, karena biasanya yang dia saksikan bukannya pemandangan alami yang indah yang dia saksikan melainkan pemandangan yang jika dikatakan alami juga alami, namun alaminya bukan pada tempatnya. Kenapa demikian, karena yang amat sering di saksikan oleh si Mata selama ini kebanyakan mulai dari bagun tidur sampai ia terlelap lagi di malam hari kebanyakan keindahan-keindahan yang semuh.

Hampir di setiap sisi kota ini dapat di saksikan penampilan yang Anak cucu Adam tampilkan, muda maupun yang tua, mereka memperlihatkan diri mereka selayaknya bahwa yang menyaksikannya itu adalah semua pihak yang berhak, terutama bagi kaum hawa yang senantiasa memperlihatkan keindahan dan perhiasan yang mereka miliki bukan pada muhrimnya, itu kan dosa kata pak Ustadz. Tapi memang sih Agama ini telah mengaturnya sedemikian rupa bahwa baik Laki-laki maupun perempuan, hendaklah mereka menjaga pandangan mereka dan menutup Auratnya dari yang bukan muhrimnya.

"Tapi kenyataannya, aku masih hampir setiap hari menyaksikan aurat yang tersingkap di hadapan aku, emangnya saya ini bisa menutup terus kelopak aku agar jangan terbelalak sepanjang hari apa?, ato nunduk terus? wah bisa gawat kalau gitu. Bisa-bisa nantinya nabrak pohon tuh, yah...payah juga ya. Padahal aku juga kan berhak tuk melihat"

di tengah gumamnya sang Mata, ternyata diam-diam mulut mendengarkan kata-kata yang menadakan keluhan si Mata tersebut.
"Wai...sobat makanya liat aja yang wajar-wajar, tataplah yang halal bagimu, kamu kan bisa memilah-milah, ya kan?"

Hening sejenak, si Mata ternyata baru sadar kalau sedari tadi dirinya telah diperhatikan dan kata-katanya telah disimak dan didengarkan oleh si Mulut.

"Eits, tunggu dulu sobat, emang sih ada benarnya yang kamu bilang bahwa memilah-milah objek yang dapat dipandangi, tapi sadar atau tidak, tak selamanya aku dapat menjaga dan memilahnya untuk ku. Aku kan juga bisa khilaf?!"

"Makanya sobat, banyak-banyak mengingat kebesaran-Nya dan menyebut asma-Nya, agar kamunya ga terus-terusan terseret oleh keindahan semu dan durjana dunia." Nasihat si Mulut.

"Iya juga juga sih, bener tuh apa yang kamu katakan. Mudah-mudahan aja Aku dapat senantiasa bermuhazabah dan dapat menerapkan Gaddul bashar, agar ga ke tipu oleh tipu muslihat para Laknatullah Alaih. Tapi ngomong-ngomong, emang kamu dah ngelakuin apa yang barusan kamu katakan kepadaku? kamu juga mesti hati-hati loh dengan mereka yang sering menghantuiku dengan keindahan dan kemolekannya, karena tanpa kamu sadari nantinya kata-kata pemujaan yang tak semestinya dan hujatan bisa saja langsung keluar darimu. Bener kan?"

"Iya yah..." Kata si Mulut sambil merenung.

"Tapi aku kadang nyeronong berkata-kata itu semua kebanyakan dikarenakan oleh ulah kamu juga kan yang sering ceroboh?"

Tiba-tiba saja si Mulut mengagetkan si Mata sekaligus menyadarkannya kalau dirinyalah sebenarnya sumber penyakit alias sumber masalah yang membawa si Mulut ke lembah kenistaan, karena baginya si Mata sering melakukan hal-hal yang dapat merangsang dirinya tuk melontarkan perkataan yang tidak senonoh atas informasi yang diterima dari si Mata.

"Wah... betul jaga kali ya, kata si Mulut. Tapi... apa emang Aku seperti itu ya?... hmm.... Ya Allah.... kembali Aku meminta kepada-Mu, Janganlah Engkau jadikan Aku ini sebagai hambamu yang lalai, Berilah kekuatan dan keteguhan-Mu kepadaku agar Aku dapat tegar menghadapi setiap realita hidup ini. Ya, Muhaimin... Berikanlah kesabaran kepadaku agar Aku dapat bersabar dalam menyaksikan segala kejadian yang ada di hadapanku agar saudaraku si Mulut dapat terhindar juga dari azab-Mu."

Saat si Mata Mengadu kepada Allah dengan jalan berdoa, secara diam-diam si Mulut pun Berdoa dan mengaminkan atas apa yang telah didengarnya oleh si Mata.
"Ya Allah ... terimalah doa saudaraku si Mata... karena sesungguhnya apa yang telah di katakanya itu benar adanya, dan Aku ini termasuk hamba-Mu yang takut dengan azab-Mu."

==============###==========###================




























3 komentar:

Kabar Pengunjung

Betapa hidup ini menjadi damai ketika setiap insan menanamkan kecintaan kepada Sang Pemilik Cinta Sejati dan kepada Sesamanya

  © Blogger templates Blogger Edit by peCinta Kedamaian

Back to TOP